Sebagaimana
sarana pada umumnya, media massa, baik cetak maupun elektronik, ibarat sebilah pisau
yang dapat digunakan untuk hal-hal positif dan negatif. Bagi sebagian orang, sebilah
pisau dapat menjadi senjata untuk menyakiti orang lain dan mengganggu keamanan
masyarakat. Namun bagi sebagian yang lain, sebilah pisau dapat menjadi alat
bantu untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan yang bermanfaat. Hal ini pula yang
terjadi pada media massa, sisi positif dan negatifnya tergantung pada siapa
yang menggunakannya.
Dampak
negatif dari media massa ini dapat dirasakan dalam masyarakat dan individu.
Kemampuannya dalam menembus sekat-sekat sosio-kultural bangsa dan mengaburkan
batas-batas geografis negara, tidak jarang membuatnya menjadi mediator bagi
masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya dan tatanan nilai
masyarakat setempat. Sehingga, tidak adanya filter yang baik membuat sebagian
orang menjadi latah dan selalu berusaha meniru budaya asing yang mereka terima
melalui media massa, tanpa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dan pada
kenyataannya, pihak yang lemah cenderung ingin meniru pihak yang lebih kuat.
Namun
sisi positif dari media massa ini juga sangat besar. Dengan maraknya media
massa saat ini, distribusi
informasi menjadi sangat cepat dan mudah. Berbagai informasi dari berbagai
penjuru dunia dapat diakses oleh siapapun di manapun dia berada. Sehingga,
untuk mengetahui informasi tentang suatu peristiwa, seseorang tidak harus
mendatangi tempat terjadinya peristiwa itu. Dia juga tidak harus menunggu
berhari-hari atau berjam-jam untuk mendapatkan informasi tentang peristiwa
tersebut. Di samping itu, media massa juga
mempunyai daya jangkau yang luas tanpa dibatasi oleh sekat-sekat ruang dan
waktu.
Kesadaran akan dampak positif dan
negatif dari media massa ini, menuntut setiap pihak untuk ikut berkompetisi di dalamnya, sehingga tidak selalu menjadi
komsumen bagi informasi yang datang dari
luar, melainkan dapat memberikan balance,
bahkan menjadi sumber bagi informasi itu sendiri. Umat Islam yang mempunyai kewajiban berdakwah dan menyampaikan
pemahaman agama yang benar kepada masyarakat luas, sudah sepatutnya ikut ambil
bagian dalam pemanfaatan media massa untuk tugas yang mulia tersebut.
Dalam
ranah fikih, terdapat sebuah kaedah fikih yang sangat populer yang berbunyi al-Wasâil lahâ hukmu al-maqâshid,
yang kurang lebih artinya “Sarana mempunyai hukum yang sama dengan
tujuannya”. Terdapat juga kaedah lain yang terkait erat dengan kaedah di atas,
yaitu Mâ lâ yatimmu al-wâjib illâ
bihi fahuwa wâjib, yang kurang lebih artinya “Jika suatu
kewajiban tidak dapat terealisasi kecuali dengan suatu perkara, maka perkara
tersebut adalah wajib”. Kedua kaedah ini mempunyai cakupan yang luas jika
diaktualisasikan ke dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia, di antaranya adalah
penggunaan media massa untuk kepentingan dakwah dan penyampaian pemahaman agama
yang benar.
Berdasarkan
kedua kaedah di atas, apabila menyampaikan pemahaman ajaran Islam yang benar kepada
masyarakat luas adalah wajib, maka penggunaan sarana yang diperlukan untuk
kepentingan tersebut adalah wajib. Dan pada saat ini, sarana yang paling
efektif untuk keperluan ini adalah media massa, baik berupa media cetak,
seperti surat kabar, majalah dan buletin, maupun media elektronik, seperti
televisi, radio dan internet. Karena, di samping memudahkan penyampaian
materi-materi keislaman kepada masyarakat luas, media massa juga memudahkan
masyarakat untuk dapat menerima materi-materi keislaman tersebut tanpa dibatasi
ruang dan waktu. Sehingga, bukan hanya orang-orang yang hadir di dekat sang
penyampai yang dapat menikmatinya, namun juga mereka yang jaraknya jauh dan
tidak mampu hadir langsung saat materi-materi keislaman itu disampaikan.
Kemudian
agar pemanfaatan media massa untuk keperluan di atas dapat terfungsikan secara maksimal, maka harus dikelola secara profesional. Karena apabila tidak dikelola dengan
profesional, maka akan terbukti ucapan Imam Ali ibn Abi Thalib karramallahu
wajhah, “Al-Haqqu bi lâ nizhâm
yaghlibuhu al-bâthil bin-nizhâm”, atau “Kebenaran yang tidak dimanage
secara profesional akan dikalahkan oleh kebatilan yang dimanage secara
profesional”. Agar profesionalisme ini dapat tercapai, paling tidak harus terpenuhi
tiga unsur, yaitu: (1) kafâ’ah,
maksudnya menguasai profesi yang dilakukan; (2) himmatu al-‘amal, maksudnya memiliki semangat atau etos
kerja yang tinggi; dan (3) amanah,
yakni bertanggung jawab dan terpercaya dalam menjalankan setiap tugas atau
kewajiban.
Di
sinilah perlu adanya sinergi antara bebagai potensi untuk dapat membuat media massa yang profesional
untuk kepentingan dakwah. Paling tidak potensi-potensi yang diperlukan adalah kapasitas
keilmuan yang memadahi yang menjadi tanggung jawab para ulama dan para ilmuan,
penguasaan teknologi informasi dan berbagai bentuk media massa yang menjadi
tanggung jawab para praktisi media massa, dan yang tidak kalah penting adalah pensuplai
dana yang menjadi bahan bakar bagi terlaksananya program ini. Oleh karena itu,
setiap pihak yang peduli dan concern terhadap kebaikan umat ini
diharapkan ikut berkontribusi aktif dalam upaya memaksimalkan pemanfaatan media
massa untuk tugas yang mulia ini. Wallâhu
a’lam.
Oleh Akhmad
Ikhwani, M.A.
Katib Suriah
PCINU Mesir
0 comments:
Post a Comment
santun berbahasa dan seksama dalam berpikir